Profil Madrasah Imam Nafie Tangier – Satu madrasah yang patut diketahui bagi
yang ingin melanjutkan studi di Maroko adalah Madrasah Imam Nafie. Terletak di
kota Tangier, tepatnya di ujung utara negeri, madrasah ini berbeda dengan
tempat tujuan mahasiswa Indonesia lainnya karena sistem pembelajarannya yang
klasik sebagaimana pesantren salaf di Indonesia. Orang di sini menyebutnya Madrasah
Khossoh li Ta’lim ‘Atiq atau biasa disebut juga Ma’had ‘Atiq.
Sejarah Singkat
Madrasah Imam Nafie pertama kali dibangun oleh oleh seorang
dermawan bernama H. Muhammad Arba’i pada tahun 1994. Dr. Muhammad Assaidi
kemudian dipercaya memegang madrasah ini sekaligus sebagai direktur madrasah
hingga saat ini.
Pada mulanya, madrasah ini hanya berupa kuttab
(sebutan untuk pesantren khusus menghafalkan alqur’an), kemudian berkembang
dengan membuka jenjang ‘Idady (SMP) dan Tsanawy (SMA). Pada tahun
2003, jenjang Ibtidaiy (SD) dibuka. Madrasah ini terus berkembang dengan
menambah beberapa kuttab dan jenjang pendidikan lain yang tidak berfokus
pada satu lokasi gedung saja, melainkan tersebar di berbagai penjuru kota
Tangier, termasuk madrasah khusus putra dan putri.
Pada tahun ajaran 2009/2010, barulah jenjang Nihai/ Jami’i (perkuliahan
program sarjana) dibuka. Gedungnya masih menyatu dengan Tsanawy dan ‘Idady Imam
Nafie pusat, serta pelajar putra dan putri masih berbaur menjadi satu. Saat ini
terdapat sekitar 14 cabang Madrasah Imam Nafie.
Madrasah ini merupakan madrasah Ta’lim ‘Atiq pertama yang
disinggahi pelajar Indonesia untuk belajar. Tepatnya setelah ketua PBNU, KH. Said
Aqil Siraj menyampaikan Durus Hassaniyah di depan raja Maroko. Beliau dipercaya
sebagai tamu kehormatan sekaligus menyampaikan ceramah ilmiah di momen itu. Tampaknya
beliau berhasil mengambil hati raja hingga kemudian memberikan hadiah berupa
MoU kerjasama pendidikan. Mulai tahun 2010, PBNU resmi mengirimkan delegasinya
ke lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman,
yang mana kemudian dipercayakan kepada Madrasah Imam Nafie Tangier.
Sistem Pembelajaran
Untuk masuk di jenjang kuliah, pada umumnya Ta’lim ‘Atiq
memberlakukan syarat yang ketat. Mulai dari jenjang Idady, calon siswa yang
mendaftar diharuskan hafal Alquran 30 juz. Begitu pula jenjang Nihai. Tidak hanya
itu, uji kompetensi ilmu agama, hafalan bait – bait dan matan hadits juga
diberlakukan. Hanya saja, untuk syarat hafal 30 juz ini digugurkan terhadap calon
pelajar asing/ non Maroko.
Ujian mental yang harus dihadapi oleh pelajar Indonesia maupun
pelajar asing lainnya yang mengikuti tes seleksi masuk jenjang Nihai adalah
kemungkinan tidak lulus dan mengharuskan untuk masuk jenjang Tsanawy (3 tahun)
atau bahkan Idady (3 tahun). Selain karena lamanya waktu yang diperlukan untuk
sekedar menerima gelar LC atau S1, sistem pembelajaran di jenjang
ini juga dikenal ketat dan keras, bahkan dengan jadwal yang jauh lebih padat.
Madrasah Imam Nafie ini bertajuk madrasah salaf, atau sistem
pembelajaran klasik. Jenjang Nihai (Institut Imam Nafie), kelas bermula pukul 8 pagi hingga 6 sore. Bisa
dibilang fullday school dan hari libur hanya kamis dan jumat. Jurusan yang
tersedia pun hanya Islamic Studies. Meskipun demikian, terdapat juga
mata kuliah umum seperti Bahasa Inggris, Prancis, hukum, dan ilmu humaniora.
Tidak seperti kampus lain yang menggunakan sistem perkuliahan per
semester, di Ta’lim ‘Atiq sistem yang dipakai adalah tahun kelas; kelas satu,
dua dan tiga. Setiap kelas dihuni oleh tigapuluhan pelajar seperti saat – saat sekolah
menengah. Tidak banyak diskusi, tugas maupun presentasi di kelas. Proses belajar
mengajar bisa dibilang pasif karena pelajar hanya duduk dan mendengarkan penjelasan
dari dosen. Tidak ada KKN, sistem kelulusan didasarkan pada skripsi dan imtihan
wathony (ujian nasional).
Salah satu keunggulan madrasah ini adalah terdapat dua dosen yang
mengampu mata kuliah pokok, seperti tafsir, haduts, fiqh, ushul fiqh, serta
qowaid fiqh. Jadi untuk urusan pendalam materi sangat bagus.
Besaran Beasiswa
Setiap pelajar asing mendapatkan uang sekitar 500 Dirham (sekitar
700 ribu rupiah) perbulan. Namun karena tempat tinggal seisinya dan bahan
logistik sudah menjadi tanggungan madrasah, maka hanya mendapatkan 250 Dirham
saja. Jadi kita tak perlu lagi pusing memikirkan biaya tagihan listrik, air,
gaz, dan lain – lain. Sembako seperti beras, gula, minyak, selai, keju, serta
sayuran juga diberikan setiap pekan. Mahasiswa asing disediakan rumah khusus yang berbeda dengan asrama pelajar Maroko.
Demikianlah Profil Madrasah Imam Nafie Tangier, semoga dapat
memberikan gambaran bagi yang ingin melanjutkan kuliah di Maroko. Jika ada hal
lain yang ingin ditanyakan, silakan tulis di kolom komentar.
Baca informasi penting dan menarik lainnya melalui jelajah peta
situs di sini
Waow, luar biaasa, dibedakan sama anak maroko ya 😂
ReplyDelete